Lagi-lagi berita tentang kerusuhan menjadi tajuk utama di beberapa media di negeri ini. Mesir bergejolak setelah Mubarak menolak beranjak. Rakyat Mesir tak mau berhenti menyuarakan isi hati sampai sang Presiden meutuskan untuk mengundurkan diri. Alun-alun Tahrir menjadi saksi aksi para aktivis yang berteriak menuntut Mubarak yang mereka tuduh memipin rezim yang korup dan mau menang sendiri. Bahkan ElBaradei sang Reformis pun turun tangan setelah lama pergi dari negeri Firaun itu. Militer Mesir berjanji untuk tidak menggunakan kekerasan. Dan memang mereka menepati janji itu. Polisi sedari awal sudah menjadi musuh rakyat Mesir yang menuntut Mubarak mundur. Sempat beredar kabar bahwa massa pro-Mubarak adalah para polisi berpakaian sipil dan narapidana yang dibayar. Aneh juga karena tiba-tiba massa ini muncul dan menyerang massa anti-Mubarak, sedangkan polisi tidak sebiji pun ada di tempat kejadian. Padahal sebelumnya setiap ada aksi protes, para polisi selalu siaga menjaga aksi.
Gejolak Mesir ada jauh di sana. Bahkan saya pun tak tahu berapa jarak dan waktu yang harus ditempuh untuk sampai ke sana. Saya juga tak tahu kenapa Mubarak tiba-tiba bisa menjadi sangat jahat sekali di mata saya.
Setelah berita tentang Mesir memenuhi kolom di surat kabar dan beranda di Facebook, kini giliran kelompok Islam radikal yang berjejal-jejal. FPI lagi-lagi yang beraksi. Kelompok yang mengaku siap berada di garda depan untuk membela agama Islam menuru mereka ini menyerang dan membunuh anggota Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Jawa Barat. 4 manusia kehilangan nyawa dan puluhan lainnya luka-luka akibat bentrok atas nama agama. FPI memang sudah berulang kali melancarkan serangan kepada mereka yang mereka anggap melanggar ajaran Islam menurut mereka. Salah satunya tentu adalah Ahmadiyah. Saya tidak tahu Ahmadiyah itu seperti apa, yang saya tahu mereka percaya bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah mursyid mereka. Kepercayaan ini tentu membuat berang anggota FPI yang memang garang, sebab nabi agama Islam adalah Muhammad. Alhasil, kaum Ahmadiyah menjadi bulan-bulanan FPI, tanpa ada satupun polisi yang menjadi penengah. Padahal ketika ada demonstrasi mahasiswa kecil-kecilan saja mereka langsung pro-aktif memukuli dan menendang pantat para mahasiswa yang sebagian besar terancam DO itu. Polisi malah berdalih bahwa mereka sudah berusaha mengamankan warga Ahmadiyah, tetapi mereka malah bersikeras mempertahankan rumah dan kepercayaan mereka. Konyol juga, siapa sih yang mau rumah mereka diacak-acak, kepercayaan mereka diinjak-injak? Apa mau warga Palestina diamankan karena Israel mengancam akan terus menyerang mereka?
Belum selesai masalah di Pandeglang, kini Temanggung pun ikut berkabung. 3 gereja dibakar, gedung pengadilan dirusak, mobil polisi dijadikan bangkai oleh massa FPI. Aksi ini terjadi ketika berlangsung persidangan penistaan agama yang melibatkan Antonius Richmond Bawengan di pengadilan negeri Temanggung. Antonius didakwa melecehkan agama-agama di Indonesia, terutama Islam, lewat selebaran yang ia bagi-bagikan. Massa muslim radikal sedianya akan berujuk rasa di depan pengadilan, namun entah kenapa tiba-tiba mereka menjadi beringas.
Sudah sedemikian parahkah kemanusiaan orang-orang itu? Apa harus merusak, menginjak-injak dan bahkan membunuh untuk mengatakan bahwa mereka salah? Di mana pemerintah?
Mungkin pemerintah memang harus memberikan sebuah pulau secara sukarela kepada mereka yang memang ingin menjalankan hukum yang mereka anggap benar. Biar mereka memerintah sendiri, biar mereka menerapkan hukum mereka sendiri, biar mereka saling membunuh sendiri. Persetan dengan ancaman disintegrasi. Lebih baik mereka mendirikan negara sendiri daripada selamanya meneror manusia-manusia lain yang mereka anggap sebagai babi. Membunuh untuk masuk surga sudah tertanam dalam otak mereka masing-masing yang entah mungkin sudah tidak lagi berada di tempat yang semestinya. Apabila memang benar bisa masuk surga setelah membunuh orang-orang yang mereka anggap tai, saya tidak akan pernah mau masuk surga. Bisa-bisa saya bertemu mereka dan dibunuh di sana, karena saya adalah tai.