Rabu, 18 Agustus 2010

Umpat!!

tercabik dan menjerit
mengumpat ku menerawang nasib
mempetakan kekuatan lawan bukan berarti mereka kan melawan

sendiri dalam kebersamaan
bahkan ironi peti mati menolak menyaingi

bila pungguk tetap merindukan bulan, baiklah aku tetap menanti keadilan
semoga pungguk cepat memeluk hangat si bulan

karena genangan air ini kian lama kian mencoklat, menyemu merah
berasa getir
beraroma tanah

bila pribumi saja seperti itu
alangkah bodoh diriku bila tetap saja mengarahkan meriam kata-kata ke arah CEO-CEO mancanegara
wajahnya saja yang lokal
kelakuannya internasional

aku mengerti
tak bisa ku sepihak mengadili persepsi
sebab tak enak, benar, ku bersumpah mati

argh...
aku sudah matikah? tapi kakiku masih menyentuh tanah
meskipun tanah semakin panas dan basah
panas oleh gas...basah oleh air tanah...
bagaimana bila ku mati?
Hmm..lalu kenapa ku hidup bila ku ingin mati?

tapi pribumi itu tetap tak punya hati
anak istri saja yang diberi
yang lain? tai..
corporate social responsibility? tai...!!

ah, entah...
pemimpin negeri saja bisa ditelanjangi
bagai kuda tanpa sembrani
ada kusir yang mengatur ia pergi

baiklah...
sekarang aku pura-pura mengerti
lebih baik menjadi api yang menyala di puncak bersalju
daripada menjadi air yang selamanya di hulu...!!