Kondisi sosial ekonomi politik
Suara gema reformasi yang diteriakkan ketika hendak melengserkan Soeharto yang dituduh menjadi biangnya koruptor di
Kondisi sosial ekonomi politik
Suara gema reformasi yang diteriakkan ketika hendak melengserkan Soeharto yang dituduh menjadi biangnya koruptor di
Petang di bukit yang tak pernah menjadi Golgota
Silau sang mentari tlah sedikit terselimuti bongkahan awan-awan berwarna jingga
Tatap sinisnya seakan berkata:
“Sudah, aku lelah..lelah akan flora dan fauna, lelah akan manusia, lelah akan dunia…
esok hari
Selembar daun tertiup angin, kering, terhempas dari galangannya deras menghujam menuju tanah, namun akhirnya terangkat lagi ke atas seakan menolak untuk membelai tanah yang semakin lama semakin tak layak disebut tanah.
Seonggok tinja terdiam memojok menebar bau anyir seakan darah perawan 15 tahun yang keluar percuma akibat tersenggol telunjuk penguasa, menanti air mata dewa khayangan pertanda guyuran hujan akan segera datang hingga ia dapat segera mengakhiri hidupnya yang hanya menebar bau, tak lebih hanya bau.
Segerombol tikus tanah tengah berkumpul, mungkin sedang mendiskusikan filosofi ateisme karena merasa Tuhan tak memihak mereka, ataukah sedang merapatkan barisan untuk menjalankan teori konspirasi agar dapat segera mengakhiri krisis pangan yang mendera ladang milik petani yang setiap hari mereka curi
Perlahan tapi pasti, seakan enggan namun tak dapat melawan, sang mentari akhirnya kembali ke peraduan, pergi sambil meludah, memberi tanda bahwa dia masih belum puas untuk….membunuh…harapan….
Berbahagialah kita yang tak diundang ke perjamuannya sebab dia sudah menyiapkan ribuan cawan berisi anggur cap Orang Tua milik Patih Sengkuni yang sengaja disisakan untuk memberi kejutan pada para ksatria yang senantiasa memberi arti pada pasukan jiwa terbelakang yang ternyata selalu berada di garda depan, tegak menantang, bersenjatakan pena dan toa
Jadikah datang sang purnama?
Purnama yang lembut, redup tak menutup, hangat tak menyengat.
Ooh, betapa indahnya bila hanya ada purnama yang menguasai angkasa, purnama yang bijaksana, purnama yang berwibawa, purnama yang tak berfatamorgana
PEMILU legislatif 2009 gagal? Wacana tentang kegagalan PEMILU legislatif 2009 kerap dimunculkan di tengah – tengah masyarakat setelah banyaknya kejadian-kejadian yang seolah menjadi sinyal ketidaksiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mengorganisir event terbesar lima tahunan terbesar di Indonesia ini. Mulai dari belum datangnya logistik PEMILU di sebagian daerah di Indonesia Timur, kecurigaan tentang rekayasa daftar Daftar Pemilih Tetap (DPT), politik uang para caleg yang tidak mampu di pantau KPU, sampai kerusuhan yang melanda Papua di hari H PEMILU yang mengakibatkan gedung rektorat Universitas Cendrawasih hangus akibat di bakar massa yang diduga hendak memboikot PEMILU.
Mengacu pada fakta di lapangan tentang persiapan PEMILU, masyarakat memang pantas meragukan kesiapan KPU. Bahkan Gus Dur, sang Guru Besar salah satu partai yang sedang dilanda perpecahan internal, PKB, lebih memilih Golput sebab beliau dengan tegas berpendapat bahwa PEMILU legislatif 2009 ini memang belum siap digelar dan hendaknya ditunda sampai permasalahan yang berkaitan mampu diselesaikan.
Fenomena Golput yang selalu menghiasi setiap PEMILU di Indonesia menjadi semakin nyata keberadaannya pada PEMILU kali ini. Teman – teman saya yang sebagian besar mahasiswa rantau dari luar daerah
Nah, pesta PEMILU legislatif 2009 ini memang tidak keras terdengar gaung meriahnya bila dibandingkan PEMILU sebelumnya. PEMILU yang seharusnya menjadi pesta demokrasi bagi rakyat
Ajang PEMILU yang seharusnya menjadi ajang penentuan masa depan Negara seolah hanya menjadi ajang rutinitas