Minggu, 20 Desember 2009

Biarkan Disintegrasi(?)


Kelly Kwalik tewas!! Sang panglima yang dulu dengan gigih berjuang mempertahankan asa untuk merebut cita tanah Papua merdeka kini terbujur kaku tak bernyawa. Konflik yang terus menerus menggerus di tanah yang dahulu bernama Irian Jaya ini tak sedikit telah menimbulkan nyawa hilang melayang. Gerakan tentara pembebasan tanah Papua yang lebih familiar dikenal dengan nama Operasi Papua Merdeka (OPM) seakan tak lekang dimakan jaman meneriakkan resistensi untuk menggapai cita-cita mereka. Gerakan separatis yang diawaki oleh para putra-putri Papua ini lahir pada tahun 1965. Mereka membentuk gerakan ini sebagai sebuah manifestasi meraih angan untuk lepas dari Negara Indonesia. Menurut catatan Ottis Simopiarief, seorang warga Papua yang meminta suaka politik ke Kedutaan Belanda pada tahun 1984 yang diberi judul Karkara, ada 4 dasar utama mengapa Papua ingin merdeka, yaitu hak, budaya, latar belakang sejarah, dan realitas sekarang.
Ottis berargumen bahwa setiap bangsa di dunia berhak menentukan kemerdekaan mereka masing-masing. Hal ini dihubungkan dengan Universal Declaration on Human Rights yang berbunyi all peoples have the right of self-determination. By virtue of that right they freely determine their political status and freely pursue their economic, social and cultural development –Semua bangsa berhak menentukan nasib mereka sendiri. Dengan dasar kebajikan hak itu, mereka bebas menentukan status politik dan bebas mengusahakan perkembangan ekonomi, sosial, dan budaya mereka sendiri-. Oleh sebab itu, rakyat Papua merasa mereka juga punya hak untuk mendapatkan kemerdekaan pula. Dilihat dari perspektif budaya, ras rakyat Papua termasuk ras Melanesia yang berbeda dari sebagian besar ras yang ada di Indonesia seperti Batak, Jawa, Dayak, Bugis, dsb. Latar belakang sejarah turut pula menjadi faktor penting kenapa Papua ingin merdeka. Ottis berpendapat bahwa suku-suku yang ada di Papua tidak punya hubungan politik vertikal dengan kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia. Gerakan kemerdekaan pada masa kolonisasi Belanda dan Jepang pun dilakukan atas dasar memerdekan bangsa Melanesia, bukan Indonesia. Rakyat Papua juga mengklaim bahwa mereka telah mendapatkan status tersendiri dari pemerintahan kolonial Belanda waktu itu. Mereka telah mempunyai bendera dan lagu kebangsaan sendiri sebagai wujud dari simbol-simbol kenegaraan mereka. Mengacu pada realitas sekarang, banyak hal yang perlu disoroti menyangkut keinginan putra-putri Papua untuk mendapatkan kemerdekaan. Dengan adanya kemajuan sistem informasi saat ini, banyak rakyat Papua yang kemudian ingin tahu dan akhirnya mengetahui mengapa banyak dari mereka yang ingin merdeka dari penjajahan Indonesia.

Selain hal-hal tersebut, kebijakan pemerintah pusat yang dirasa kurang bijak juga turut andil memberikan nafas perlawanan kepada rakyat Papua. Pembangunan yang kurang merata ditambah eksplotasi besar-besaran di tanah Papua dengan hanya memberikan kontribusi sangat kecil pada rakyat setempat menambah api semakin membara. Sangat ironis memang, di kala pembangunan apartemen bertingkat lima gencar dilakukan di Jakarta, pembangunan rumah yang hancur akibat gempa di Nabire tak jua dilancarkan. Ketika jembatan prestisius penghubung Jawa-Madura dicanangkan, putra-putri Papua di Manokwari masih harus melalui jalan berliku untuk dapat menapakkan kaki mereka di Merauke. Eksploitasi PT Freeport yang mendulang berton-ton emas dan hanya mencipratkan beberapa ons pada warga lokal menjadi sangat signifikan pada penembakan yang dilakukan OPM di areal Freeport. Sebuah ironi di dalam Negara yang menganut demokrasi kerakyatan ini.
Akankah pemerintah pusat menyadari betapa saudara kita di Papua ini juga membutuhkan perhatian lebih? Rakyat Papua menjelma bak anak tiri di layar televisi yang selalu dicaci maki dan tak dikasihani. Apabila memang Indonesia ingin menjadikan Papua sebagai bagian dari NKRI, konsekuensi lewat keadilan pembangunan menjadi sesuatu yang mutlak harus dilaksanakan. Kelly Kwalik memang telah gugur, namun akan ada Kelly Kwalik yang lain yang akan siap mempertahankan asa untuk meraih cita Papua merdeka selama keadilan tak juga mereka dapat dari negeri kita tercinta, Indonesia.