Selasa, 04 Mei 2010

Fenomena "Reg Spasi"

Tulisan ini dibuat tahun 2009 awal,sempat hilang karena worm

Perkembangan teknologi di dunia berkembang layaknya laju pesawat ulang-alik Apollo, melesat dengan cepatnya sehinga semua orang berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Tak terkecuali masyarakat Indonesia yang ikut menikmati teknologi tingkat tinggi, dimanjakan oleh berbagai macam gadget yang mampu mengakomodasi mobilitas masing-masing individu dalam mengarungi kesibukan hidup. Salah satu gadget yang menjadi primadona bagi masyarakat Indonesia adalah telepon seluler atau handphone. Telepon seluler yang pernah dulunya adalah tertiary product atau barang kebutuhan tingkat tiga, sekarang telah bertransformasi menjadi primary product atau barang kebutuhan utama. Hampir semua lapisan masyarakat mampu mendapatkan barang yang berbasis teknologi komunikasi ini. Telepon seluler yang dulu hanya bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan cara bertelepon dan mengirim pesan singkat (short message service), sekarang telah berkembang sehingga aktivitas mengakses internet dan mendengarkan musik pun bisa dilakukan lewat telepon seluler.

Satu fenomena terkini terkait perkembangan telepon seluler adalah menjamurnya iklan yang mendengungkan jargon “reg spasi dan kirim ke”, untuk mendapatkan imbalan berupa nada dering, wallpaper, pasangan hidup, bahkan perubahan nasib hidup. Iklan-iklan ini acap kita jumpai di layar televisi kita sehari-hari. Bisnis yang menggunakan telepon seluler sebagai media utamanya ini menjadi satu fenomena yang menarik dan menggelitik bagi saya. Kenapa? Apabila kita menggali lebih dalam untuk mengetahui kenapa kemunculan iklan-iklan semacam ini bisa terus ada membabi buta, tentunya tak lepas dari keadaan masyarakat Indonesia sendiri. Dalam hal ini, tingkat pendidikan dan intelegensia masyarakat Indonesia sangat berperan penting terhadap kemunculan iklan-iklan yang menurut saya, mengeksploitasi ketidaktahuan masyarakat Indonesia tentang teknologi yang berkaitan dengan telepon seluler. Saya melihat para pelaku bisnis sangat jeli melihat peluang mendapatkan uang dengan cara yang sebenarnya sangat memalukan bangsa Indonesa sendiri. Imbalan yang didapatkan setelah kita mengirim pesan singkat “reg spasi dan kirim ke” sebenarnya berkaitan erat dengan tingkat pendidikan dan intelegensia, seperti yang telah saya sebutkan di atas. Sebagai contoh, ketika kita mengirim pesan singkat “reg spasi lagu” kemudian mengirimkannya ke XXX untuk mendapatkan imbalan berupa lagu berformat mp3 ke dalam telepon seluler kita, sebenarnya ketidaktahuan kita untuk mendapatkan lagu lewat cara yang lebih “biasa” sedang dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis ini. Cara “biasa” yang saya maksud disini adalah dengan cara yang umum digunakan oleh masyarakat yang paham tentang penggunaan komputer dan telepon seluler sekaligus., yaitu dengan cara memindah lagu yang diinginkan lewat kabel data, kartu memori(mmc), infrared, ataupun bluetooth. Saya berargumen bahwa mereka yang mengirim pesan singkat “reg spasi dan kirim ke” tidak paham dengan teknologi ini, yang ironisnya dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis. Apakah memang target dari iklan ini adalah mereka yang gaptek? Apabila benar, tampaknya ekonomi korporasi Indonesia sudah melewati batas sifat asli manusia sebagai makhluk sosial yang seharusnya menciptakan suatu tatanan sosial yang saling menguntungkan dan tolong menolong, bukannya malah semakin menjerumuskan. Mengutip kalimat dari Pramoedya Ananta Toer, “Semua manusia bersaudara satu sama lain. Karena itu tiap orang yang membutuhkan pertolongan harus memperoleh pertolongan. Tiap orang keluar dari satu turunan, kaena itu satu sama lain adalah saudara.”

Dan ketika kita menginginkan perubahan nasib dengan mengetik “reg spasi zodiak” dan sebagainya, jawaban yang kita terima adalah berupa petuah-petuah yang bisa kita unduh secara gratis dari berbagai website yang disediakan oleh Google,tanpa perlu terjebak dalam iklan yang terus-menerus menyedot pulsa kita, walaupun “unreg” sudah terkirim. Orang-orang yang “tertipu” oleh iklan ini pastilah punya tingkat pendidikan dan intelegensia yang kurang memadai. Mereka mempunyai telepon seluler canggih yang punya fitur bluetooth ataupun infrared, namun mereka tak tahu cara penggunannya. Satu hal yang sangat ironis menurut saya. Dengan menggunakan bluetooth, kita tak perlu mengeluarkan uang untuk berlangganan ke 9887. Sungguh suatu fenomena yang unik, sebab iklan-iklan ini dengan segala macam variannya terus bermunculan di layar televisi, pertanda “korban” dari eksploitasi ini semakin betambah pula. Satu pertanyaan muncul di benak saya, apakah mungkin mereka yang terjebak di “reg spasi dan kirin ke” ini sebenarnya tahu dan paham, namun ingin menggunakan cara yang “berbeda” yang lebih praktis untuk mendapatkan imbalan yang ditawarkan? Entahlah. Mungkin mereka adalah penganut pola pragmatisme yang tanpa sadar telah berakar ke dalam setiap jiwa manusia yang mengagumi dunia profan nan nyaman. Mungkin, apabila ada iklan “reg spasi surga” untuk bisa mendapatkan tiket masuk surga, “mereka yang tidak tahu” pasti lebih memilih cara ini, tak peduli berapa banyak pulsa yang dikeluarkan asalkan tujuan bisa mereka dapatkan.