Minggu, 11 April 2010

Iwan Simatupang


Sastrawan pemurung dan penuh misteri ini dilahirkan di Sibolga, Sumatera Utara pada 18 Januari 1928. Tahun 1954, setelah keluar dari sekolah kedokteran Surabaya (NIAS) dengan status tidak tamat, beliau melanjutkan sekolah di Fakulteit der Letteren, Rijksuniversiteit, Leiden jurusan Antropologi dan Sosiologi setelah mendapat beasiswa Sticusa. Kemudian beliau menuju Paris untuk belajar Filsafat Barat di salah satu universitas prestisius di Perancis, Universitas Sorbonne. Semasa menempuh studi di Belanda, beliau rajin menulis Karya-karya beliau banyak dimuat di majalah Gajah Mada Yogyakarta.

Tahun 1957 drama berjudul Buah Delima dan Bulan Bujur Sangkar lahir dari tangannya. Setelah itu, muncul Petang di Taman pada tahun 1958. Selain drama, Iwan yang juga pernah menjadi guru dan wartawan ini juga menulis cerpen, esei, novel, dan puisi. Ada Dukacarita di Gurun yang dimuat di majalah Siasat edisi 6 Juli 1952 adalah puisi pertama yang berhasil dipublikasikan. Majalah Siasat Baru edisi 30 Desember 1959 ikut memuat karya Iwan antara lain Ada Dewa Kematian Tuhan, Apa kata Bintang di Laut, dan Ada Tengkorak Terdampar di Pulau Karang.

Iwan menulis beberapa fragmen dan cerpen yang dirangkum dalam sebuah buku Tegak Lurus dengan Langit, diterbitkan Penerbit Sinar Harapan, Jakarta, 1982. Beberapa di antaranya adalah Monolog Simpang Jalan, Tanggapan Merah Jambu tentang Revolusi, Kereta Api Lewat di JauhanI, Patates Frites, Tunggu Aku di Pojok Jalan Itu, Tegak Lurus dengan Langit, Tak Semua Tanya Punya Jawab, Oleh-oleh untuk Pulau Bawean, Prasarana; Apa Itu Anakku?, Aduh… Jangan Terlalu Maju, Atuh!, Husy! Geus! Hoechst!, Di Suatu Pagi, Seorang Pangeran Datang dari Seberang Lautan, dan Dari Tepi Langit yang Satu ke Tepi Langit yang Lain.

Novel-novel Iwan yang fenomenal berjudul Ziarah, Merahnya Merah, Kering dan Koong, sedangkan drama-dramanya, Petang di Taman, RT 0 RW 0, Kaktus dan Kemerdekaan. Karya novel yang terkenal Merahnya Merah (1968) mendapat hadiah sastra Nasional 1970, dan Ziarah (1970) mendapat hadiah roman ASEAN terbaik 1977. Iwan pun mendapat hadiah penghargaan untuk cerita pendeknya dalam Erwin Gastilla (Filipina), dan hadiah untuk karya nonfiksi dari Mrs. Judi Lee asal Singapura.

Karya sastra yang beliau tulis mendapat sorotan dari banyak pihak karena karakter yang terdapat di sana kebanyakan berwatak pemurung dan muram. Karakter sering bermonolog dan berbicara filsafat, meninggalkan lingkungan tempat dia berada. Hal ini disebabkan karena latar belakang filsafat yang dimilikinya semasa belajar di Paris. Filsafat Eksistensialisme yang cenderung mempertanyakan keberadaan manusia menjadi tema pokok dalam karyanya. Karya ganjil dan susah dicerna semacam Waiting for Godot karangan Samuel Becket terdapat di dalam karya-karyanya.

Iwan Martua Dongan Simatupang (18 Januari 1928-4 Agustus 2003) adalah seorang sastrawan jenius Indonesia. Walau tak semoncer Pramoedya Ananta Toer atau Chairil Anwar, namun karya-karyanya akan selalu memberi inspirasi.

Daftar Karya (http://id.wikipedia.org/wiki/Iwan_Simatupang):
  • Petang ditaman - drama sebabak (1966)
  • Merahnja merah - novel (1968)
  • Kering - novel (1972)
    • Drought - terj. bahasa Inggris oleh Harry Aveling (1978)
  • Kooong: kisah tentang seekor perkutut (1975)
  • Tegak lurus dengan langit: lima belas cerita pendek (1982)
  • Ziarah - novel (1983)
    • The Pilgrim - terj. bahasa Inggris oleh Harry Aveling (1975)
    • Ziarah - terjemahan bahasa Perancis (1989)
  • Surat-surat politik Iwan Simatupang, 1964-1966 (1986)
  • Poems - selections (1993)
  • Square moon, and three other short plays - terj. John H. McGlynn (1997)
  • Ziarah malam: sajak-sajak 1952-1967 - penyunting: Oyon Sofyan, S. Samsoerizal Dar, catatan penutup, Dami N. Toda (1993)
  • Kebebasan pengarang dan masalah tanah air: esai-esai Iwan Simatupang, editor, Oyon Sofyan, Frans M. Parera (2004)
  • RT Nol / RW Nol - drama satu babak